Thursday, November 11, 2021

11/11/2021

Omurice

Satu kotak nasi goreng dibalut
telur dadar lembut dengan topping
mayo dan saus pedas melintang
dari atas sampai ujung balutan telur,
yang dikemas dalam kotak persegi
panjang bertulisan "made with
love food, hot & fresh".

Dimulai dari telur, telurnya tebal
namun tidak alot. Tampak terbuat
dari 2 butir telur jika melihat dari
ketebalannya, walau tebal, agak
berbeda kiranya dari tekstur yang
dibayangkan, dari belahan sendok
stainless steel saya (tidak dapat
sendok bawaan) permukaan telur
memunculkan sifat kenyal ketika
dipotong, begitu tebal namun
begitu halus. Dengan ketebalan
yang pas dibagian middle, juga
terdapat bagian garing pada
masing-masing ujungnya yang
membuat Omurice ini sudah
punya nilai lebih hanya dari
menimbang-nimbang telurnya saja.

Bau amis seringkali menjadi alasan
saya tidak berminat untuk membeli
telur dadar di sebuah tempat makan.
Terakhir kali saya beli telur dadar
ialah pada tempat makan burjo, yang
menamai menu telurnya dengan
sebutan telur sampah, alhasil rasanya
juga mirip sampah, begitu pun bau
amis telurnya yang ikut menggandrungi
saya dari hidung sampai mulut. Namun
Omurice kali ini sepertinya berhasil
menepis opini keras saya yang telah
mendarah daging dari tahun ke tahun
untuk tidak membeli telur dadar diluar.
Aroma yang disajikan tidak amis seperti
yang saya ingat, tapi wangi panggangan,
wangi sesuatu yang akan mempunyai
rasa asin-manis goreng, begitu pula
sampai dimulut, amis yang saya takutkan
tak kunjung terwujud, membuat saya
begitu kagum pada masakan sederhana
dari Jepang satu ini.

Begitu telur yang melapisinya
saya potong, dari dalam keluar riuh
hawa panas nasi goreng beserta wangi
kecap dan bawang yang sudah tercampur
menjadi satu kesatuan yang menyelimuti
asapnya, dengan warna coklat terang,
nasi-nasinya berlarian keluar dari telur,
berserakan dibawah dataran kotak yang
sudah terkena mayones dan saus
yang lumayan spicy, melahirkan rasa
baru pada bagian nasi goreng yang
terpapar. Saya rasakan nasi goreng dari
dalamnya yang mana terasa seperti nasi
goreng pada umumnya, saya tidak
terkejut sampai saya melahap nasi yang
telar teraduk topping dari telur, rasanya
berubah menjadi suatu rasa yang mustahil,
pedas-manis-asin-gurih, sebuah combo
yang tidak biasa muncul dari makanan
yang saya tidak sangka-sangka. Ternyata
kejutan yang saya temukan hanya akan
berkelanjutan pada tahap dimana saya
menemukan ayam pada banyaknya
butiran nasi yang mendominasi, telur
yang membalut nasi goreng saya makan
beserta nasi dan isinya juga (ayam)
yang mana berhasil membuat saya
bahagia untuk hari ini, hanya karena
makanan. Siapa kira sebuah makanan
bisa begitu menghibur? seperti sedang
memakan satu sendok Akihabara,
sangat banyak yang saya lihat,
demikian pula rasa yang muncul.

Menariknya, saya begitu lahap
memakan Omurice ini sampai saya
juga memotong kertas yang menjadi alas
pada dasar kotaknya, namun saya tidak
lagi peduli, saya tidak tahu lagi yang
mana telur, yang mana kertas. Dengan
warna merah saus sudah berceceran,
dari bentuk terkini yang saya lihat,
sudah tak ada bedanya antara kertas
dan telur.

Namun ada satu hal yang
membingungkan saya selain kertas
diatas, adalah sehelai-duahelai yang
tampak seperti daun hijau gelap
kehitam-hitaman, yang bisa jadi
sayuran, bisa jadi seaweed, namun
tak ada rasa yang muncul ketika saya
coba menerka hanya dengan memakan
item tersebut saja. Saya tidak tahu
apa gerang yang saya masukan kemulut,
tapi dari rasa yang muncul adalah rasa
bawang, mungkin memang selembar
sayur (tidak tahu sayur apa) atau
rumput laut tapi kalah kuat dengan rasa
bawang yang sudah menjadi semen
fondasi atas asas rasa keseluruhan
yang diciptakan menu ini.

Yang menjadi favorit saya juga
adalah pada kenyataannya daging ayam
yang menjadi isi dalam nasinya itu
sudah separuh dari banyak keseluruhan
nasinya, bahkan sampai satu sendok
terakhir, saya masih menyuap dengan
sendok yang berisi nasi goreng ayam
tersebut (telurnya sudah habis). Siapa
yang tak suka ayam pada nasi
gorengnya? pastinya ada yang tidak,
tapi saya termasuk tim penyuka ayam
dalam  nasi goreng saya, apalagi kalau
ayamnya banyak. Menjadikan Omurice
ini menjadi suatu makanan yang punya
nilai lebih, yang didongkrak oleh
taburan ayamnya yang sadis.

Aikara Food
IDR 25.000
rating 8.5/10

Gyoza Ayam

Side dish dari tempat yang sama,
dengan kotak bertulisan "yum-yum"
pada bagian opener, ada sesuatu
yang hangat terdapat didalamnya,
yaitu Gyoza.

Gyoza ayam isi 6, dengan saus
cocol khas chinese food seperti
yang bisa didapatkan dari makanan
semacam Dim Sum, dikemas dalam
sebuah plastik. Saus yang berwarna
hitam kecoklatan ini menjadi daya
tarik bagi saya karena memberikan
sensasi pedas yang menyeruak
dari kantongnya.

Saya coba ala carte terlebih dahulu,
mencoba item utamanya, yaitu gyoza,
namun tanpa dicelupkan ke saus.
Rasa orisinalnya ialah smokey. Rasa
asap ini seperti bau Omurice diatas,
walau Omurice tidak memiliki rasa
asap yang sama, namun aromanya
seperti bersaudara. Dari gigitan,
saya yang mencoba mengoyak Gyoza
pertama, selain rasa asap, rasa bawang
juga langsung hadir menantang, tidak
heran kiranya jika Gyoza pada
umumnya memang mempunyai rasa
bawang, jadi harusnya tidak terkejut
lagi saat memakan ini. Juga selain
rasa bawang, seperti yang telah
diharap dari namanya; Gyoza Ayam,
ayamnya juga turut terbang lepas
kemulut saya. Ayamnya begitu super,
mirip-mirip dengan cita rasa yang
dikandung oleh kulit Gyozanya
sendiri yaitu rasa asap, ayamnya pun
sama, rasa asap juga yang keluar,
mengingatkan saya akan smoked beef
yang ada di Kebab. Sangat juicy dimulut,
ada rasa asin goreng dari minyaknya
keluar setiap saya kunyah ayam tersebut.

Tanpa minta maaf, saya langsung
menelup habis satu buah Gyoza.
Untuk potongan kedua, sudah siap untuk
saya dicocolkan pada saus, yang mana
saat membukanya, saya iseng
menghisapi plastiknya dengan cara yang
sangat unorthodox, begitu nafsu pada
makanan ini sampai harus plastiknya
yang saya jilati. Memang jorok;
saya harap pembaca untuk tidak
menirukan, karena sausnya bisa ditarik
dengan tangan sendiri atau sendok,
dari permukaan sampai habis walau
tanpa cara yang saya gunakan.

Sausnya sangat pedas. Pedas, asin, manis.
Namun walau pedas, pedas yang ini
hanya sesaat saya rasakan, pedas yang
tidak akan membuat sakit perut saat saya
tidur, tetapi memang bikin sampai kalang
kabut seperti digedor pemain gulat,
super nonjok. Sausnya mengandung rasa
cuka seperti yang ada dimakanan cina
pada umumnya. Pedas cuka-pedas,
begitu kiranya saya menyebutnya. Tapi
dari warnanya yang hitam, saya
menyimpulkan bahwa saus ini lebih
dekat pada kecap daripada saos, karena
rasa kecapnya juga bisa saya rasakan.

Dan potongan kedua ini saya rasakan
begitu mewah, saya seperti memesan
langsung dari sebuah kopitiam ternama
di daerah Tangerang. Yang mana juga
mirip seperti didalam kenangan saya
saat pertama kali berkenalan dengan
makanan berinisial G ini. Saat saya
masih sekolah menengah, jika pulang
sekolah, saya sering dijemput orang tua
dan saat pulangnya, saya selalu mengajak
jalan-jalan yang mana seringnya adalah
untuk mencari makanan. Gyoza pertama
saya adalah Gyoza dari toko dipinggir
jalan disalah satu jalan di daerah ujung
Tangerang. Rasa Gyoza Ayam ini
mengingatkan saya pada Gyoza yang
pernah saya makan waktu saya kecil,
karena rasanya yang sangat mirip. Atau
rasa Gyoza pada umumnya memang
seperti ini? masuk akal.

Juga masih menjadi poin plus dari
segi kilas balik, nostalgia dimasa
lampau, mengingatkan saya saat
saya masih mewibu alias gila anime.
Dalam anime Katekyo Hitman Reborn,
ada karakter yang bernama Ipin, yang
punya jurus Gyoza-Kempo
(pukulan Gyoza) yang mana setelah
makan Gyoza, nafasnya ia semburkan
pada kepalan tangan yang hendak
memukul, memunculkan hawa pusing
jika dilancarkan dengan kecepatan
tertentu. Saya tidak begitu mengerti
untuk bisa menjelaskan anime logic
satu ini, yang jelas Ipin mempunyai
guru bernama Fon, seorang pemilik
tempat makan cina yang juga menjual
Gyoza pada menunya, plus karakternya
sangat handsome, saya suka. Serasa
saya dibawa masuk kedalam kartun
untuk mencicipi Gyoza langsung
dari Fon.

Lagi-lagi saya bereksperimen pada
makanan saya. Kali ini saya mencoba
merendam satu Gyoza utuh, saya
bolak-balik, depan belakang dan agak
saya diamkan. Seperti yang saya
harapkan, ada perubahan yang terjadi
pada tekstur luar. Tekstur luar yang
tadinya kokoh padat gorengan
menjadi lunak licin seperti tekstur
yang terdapat pada Dim Sum.
Rasanya juga lebih meresap jika
direndam seperti ini. Lalu saya coba
lagi jika bagian dalamnya saya buka
dan saya rendam; ternyata sama,
akan menjadi licin juga. Menakjubkan
sekali rasanya bermain-main dengan
makanan, saya merasa seperti profesor
yang melakukan percobaan mencampur
satu unsur tabel periodik ke unsur
lainnya. Mengasyikan.

Pada akhirnya kulit Gyoza, irisan
bawang, ayam dan saus cuka kecapnya
memang sesuatu yang bisa saling
mendukung dari rasa ke rasa lain.
Bukan sesuatu yang gampang untuk
dimasak dan suatu cita rasa yang
kaya untuk dikonsumsi.

Aikara Food
IDR 23.000
rating 9/10